Sara Kadie Mandati Gagalkan Pengangkatan Meantu’u Mandati

Buser Bhayangkara74

Sara Kadie Mandati, Kecamatan Wangiwangi Selatan (Wangsel), Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra) menghentikan/menggagalkan dan membubarkan proses pengukuhan Meantu’u Mandati di Masjid Syuhada, Kelurahan Mandati I, Minggu, (14/5/2023).

Bukan tanpa alasan mereka menghentikan proses tersebut, pasalnya di wilayah Sara Kadie itu masih ada Meantu’u Mandati yakni Hasan Ode. Sehingga lahir kesepakatan bahwa hanya akan dilaksanakan pembacaan doa tolak bala dan doa selamat yang dikawal oleh pihak keamanan.

Konta Bitara Sara Kadie Mandati Nuru Dego mengungkapkan, mereka nyaris terperdaya usai pembacaan doa tolak bala dan doa selamat. Kendati nyaris dilakukan pengangkatan Meantu’u Mandati, sehingga dengan cepat mereka langsung menghentikan acara tersebut dan langsung bubar.

Nuru Dego menerangkan, upaya pengukuhan gang dipaksakan itu dinilai adalah bentuk siasat untuk memporak-porandakan rumpun keluarga besar di wilayah Mandati, oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

“Nanti ada oknum yang berinisial UB barulah muncul versi-versi yang memecah belah masyarakat. Pencegahan yang kita lakukan itu semata-mata karena yang mereka lakukan tidak sesuai tatanan adat yang terpelihara, dihargai, dan dihormati selama ini oleh leluhur/orang tua terdahulu. Masuknya oknum UB yang mengatasnamakan Sara Kadie terdapat upaya memecah belah keluarga besar di Mandati,” ungkapnya.

Menurutnya, mereka-mereka yang diajak untuk menjadi bagian dari Sara yang tidak jelas kedudukannya itu harusnya bisa lebih jeli melihat kondisi itu.

“Yang disampaikan untuk menjadi bagian dari Sara itu harus merasa diri bahwa mereka dipanggil dengan maksud untuk merusak hubungan keluarga, pasti mereka tidak mau diperdaya seandainya mereka menyadari, sayangnya mereka tidak mengkaji dan menganalisa itu. Karena mereka mengambil orang-orang dari lingkaran keluarga besar kita,”jelasnya.

Dia menjelaskan, La MDP misalnya yang akan diangkat harusnya juga tahu diri bahwa jabatan yang akan dipikulnya itu adalah jabatan La Toode (Meantu’u) Agama, harusnya berpikir seribu kali, karena Meantu’u Agama juga itu masih ada dan juga keluarganya.

“Kita berani kesana agar masyarakat umum khususnya di wilayah Mandati mengerti tentang tatanan adat yang ada di wilayah kita. Karena selama ini saya tidak pernah mendengar maupun melihat ada dua Meantu’u Mandati dan Meantu’u Agama di satu Kadie,” terangnya.

Konta Bitara Sara Kadie Mandati juga berujar, sangat wajar kalau masyarakat itu resah dengan keberadaan orang-orang tertentu yang memang menganggap dirinya sebagai tokoh, lalu tokoh tersebut hanya mengeruhkan/memperuncing situasi.

“Padahal dia (UB) yang menganggap dirinya sebagai tokoh ternyata hanya mengadu domba masyarakat di wilayah Mandati. Nanti baru ada UB ini baru situasi terjadi seperti ini. Masyarakat dikorbankan, sehingga masyarakat kadang tidak tahu mau mengeluh kemana, mau ke kiri atau ke kanan yang pada akhirnya serba salah,” ujarnya.

Meantu’u Agama Sara Kadie Mandati La Toode menyampaikan, bahwa di wilayah Mandati tersebut merupakan satu rumpun keluarga. Di kondisi dan keadaan itu harusnya ada ketegasan dari Pemerintah daerah (Pemda) supaya kegiatan-kegiatan yang sifatnya merusak tatanan adat agar dihentikan.

“Dimana-mana imbas mempertahankan adat itu hidup dan mati, kok ada yang bisa masuk memecah belah keluarga. Sepanjang masyarakat itu tahu bahwa tatanan itu seperti yang terpelihara selama ini, maka itu harus dipertahankan,” tuturnya.

Meantu’u Agama juga mengatakan, seluruh masyarakat yang ada di wilayah Mandati itu namanya masyarakat adat. Masyarakat adat Mandati tersebut hidup dengan adatnya, meninggal dengan adatnya, namun harus dengan adat yang benar, bukan yang menambahkan apalagi mengurangi nilai adat yang sesungguhnya.

“Kita ini masyarakat bodoh (lurus/polos), disitulah orang-orang pintar yang mempunyai ilmu politik memanfaatkan kita, imbasnya mengorbankan masyarakat sehingga terjadi begini. Masa sudah ada Meantu’u yang sudah ditetapkan tapi masih mau lagi mengangkat Meantu’u baru,” paparnya.

La Toode menilai, tujuan mereka melakukan kegiatan itu memang sangat jelas, lanjut dia, karena niatnya hanya untuk memecah belah keluarga.

“Tipu daya itulah yang merasuki masyarakat, dan gampang digali siapa sumbernya yang memiliki tipu daya itu. Yang jelas orang politik, bahwa ada orang yang gagal saat mencalonkan diri sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sehingga masuk ke adat untuk mendapat dukungan, dan oknum itu ketua organisasi masyarakat dan orang dari partai politik (Parpol) yang mempolitisasi adat kita,” pungkasnya.

Amatan media ini, Sultan Buton versi La Ode Izat Manarfa yang tadinya akan mengukuhkan sejumlah perangkat adat yang dinilai tidak memiliki kedudukan yang jelas tersebut nampak hanya sampai di luar masjid dan tidak sempat melakukan pengambilan sumpah, akibat dihentikan oleh Sara Kadie Mandati.

Kontributor :

Ketgam : PENGHENTIAN-Konta Bitara bersama Meantu’u Mandati dan Meantu’u Agama beserta jajaran Sara Kadie Mandati saat menghentikan upaya pelantikan Meantu’u Mandati di Masjid Syuhada.

Ketgam 2 : Nampak Sultan Buton versi La Ode Izat Manarfa beserta jajarannya berdiskusi di luar masjid saat Sara Kadie Mandati menghentikan upaya pengukuhan Meantu’u Mandati yang baru.

Gun’S – Red